Obat Kardiovaskuler

Jumat, 24 Desember 2010

Kardiovaskuler

Sistem Kardiovaskuler terdiri atas 3 bagian yang salin mempengaruhi yaitu jantung (untuk memompa), pembuluh darah (mengedarkan / mengalirkan), dan darah (menyimpan dan mengatur). Interaksi antara ketiganya dibawah kendali sistem saraf dan hormon untuk mempertahankan keseimbangan dinamis oksigen dalam sel.
Jantung adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru untuk pertukarab gas. Terpisahnya ruangan dalam jantubg mencegah terjadinya percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenasi dari Vena Cava Superior, Vena Cava Inferior, dan sistem coroner. Gangguan aliran dalam jantung mengakibatkan oksigenasi tidak adekut, darah arteri, dan vena yang tercamput mengakibatkan perfusi sel-sel berkurang.
Jantung terletak di dalam rongga Mediastinum dari rongga dada (Thoraks), diantara kedua paru-paru. Selaput yang mengitari jantung disebut Perikardium, yang terdiri atas 2 lapisan yaitu :
  1. Perikardium Parietais, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
  2. Perikardium Viseralis, yaitu lapisan permukaan jantung itu sendiri, yang juga disebut Epikardium
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa. Cairan ini disebut Cairan Perikardium.
Fungsi utama Jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan menompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida; jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut Diastol); selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut Sistol). Kedua atrium mengendur dan berkonktraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.
Sistem Sirkulasi
1.      Sirkulasi Paru (Pulmonalis)
Darah dari Jantung (ventrikel kanan) melalui arteri Pulmonalis masuk ke paru à vena Pulmonalismasuk ke Jantung (atrium kiri).
2.      Sirkulasi Sistemik
Darah dari Sirkulasi Sistemik melalui Vena Cava Superior dan Inferior masuk ke atrium kanan à ventrikel kanan melalui katup Trikuspidalis (katup AV kanan) à Trunkus Pulmonalis melalui katup semilunaris Pulmonalis à arteri Pulmonalis à Paru (terjadi pertukaran gas, CO2 dikeluarkan ke saluran nafas dan O2 didfusi ke darah yang terjadi di Alveoli) à vena Pulmonalis à atrium kiri à katup Bicuspidalis (katup Mitralis) à ventrikel kiri à aorta Ascendens melalui katup Semilunar aorta diedarkan ke seluruh tubuh melalui arteri à Arteriol à jaringan (ke sel) à Venule à vena à Vena Cava Superior dan Inferior
3.      Sirkulasi Koronari
Arteri Koroner berawal dari Basis Aorta Asendens. Untuk menjamin pasokan darah jantung, arteri Koroner memiliki banyak Anastomosis. Hambatan pada sirkulasi koroner, apakah karena spasme atau sumbatan, akan menimbulkan Iskhemia Miokardium dan bila tidak segera diatasi akan terjadi Infark Miokardium.
Darah
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida, dan metabolit. Jadi darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengontrol suhu, dan pengatur hormon. Darah berisi elemen – elemen yang mengangkut oksigen ke sel jaringan, phagositosishomeostatis, dan fibrinolisis. 
Darah terdiri dari plasma, sel darah merah (Eritrosit), sel darah putih (Lekosit), dan platelet. Plasma, terdiri dari 90% air dan 10% zat terlarut, merupakan 55% dari volume darah total. Terlarut dalam plasma adalah glukosa, protein, lemak, asam amino, elektrolit, mineral, asam laktat dan piruvat, hormon, enzim, oksigen, dan karbon dioksida.
Fungsi utama dari darah adalah menyediakan nutrien, termasuk oksigen, untuk sel-sel tubuh. Kebanyakkan dari oksigen dibawa di dalam hemoglobin dari sel darah merah (SDM). Sel darah putih (SDP) merupakan mekanisme pertahan utama dari tubuh dan bekerja dengan melahap mikroorganisme. SDP juga menghasilkan antibodi. Platelet merupakan sel-sel besar yang menyebabkan darah membeku. SDM mempunyai daur hidup sekitar 120 hari, sedangkan daur hidup SDP hanya 2 sampai 24 jam.
Obat Kardiovaskuler yaitu :
1.     Obat – Obat Untuk Gangguan Jantung
Tiga kelompok obat yaitu Glikosida jantung, Antiagina, dan Antiaritmia. Obat – obat dalam kelompok ini mengatur kontraksi jantung, frekuensi, irama jantung, dan aliran darah ke miokardium (otot jantung).
A.   Glikosida Jantung
Digitalis, salah atu dari obat – obat tertua, di pakai sejak tuhan 1200, dan sampai kini masih terus dipakai dalam bentuk yang telah dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih, dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Withering dari Inggris menggunakan digitalis untuk menyembuhkan ”sakit bengkak”, yaitu edema pada ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung.
Preparat digitalis efektifuntuk mengobati payah jantung kongestif (PJK). Sedangkan Withering tidak menyadari bahwa ”sakit bengkak” merupakan akibat dari payah jantung. Jika mekanisme kompensasinya gagal dan jaringan perifer serta paru – paru mengalami pembendungan, keadaan ini disebut Payah Jantung Kongestif.
Preparat digitalis juga dipakai untuk memperbaiki Fibrilasi Atrial (aritmia jantung dengan kontraksi miokardium aritmia yang cepat dan tidak terkoordinasi) dan Flutter Atrial (aritmia jantung dengan kontraksi yang cepat 200 – 300 denyut per menit [dpm]).
Glikosida Jantung juga disebut sebagai glikosida digitalis. Kelompok obat ini menghambat pompa natrium – kalium; sehingga akan meningkatkan kalsium intraselular, yang menyebabkan serabut otot jantung berkontraksi lebih efisien. Preparat digitalis mempunyai tiga khasiat pada otot jantung yaitu:
1.      Kerja Inotropik positif (meningkatkan kontraksi miokardium)
2.      Kerja Kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung)
3.      Kerja Dromotropik negatif (mengurangi hantaran sel – sel jantung)
·         Klasifikasi Glikosida Jantung
1.      Jenis Obat
a.       Digitalis Masa Kerja Cepat
a.       Digoksin (Lanoxin)
·         Dosis :
D : PO : mula – mula 0,5 – 1 mg dalam 2 dosis
R : 0,125 – 0,5 mg/hari            
Lansia : 0,125 mg/hari
A (2-10th) : PO : 0,02 – 0,04 mg/kg dalam dosis  terbagi
R : 0,012 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2
D : IV : sama seperti oral
A : IV : dosis bervariasi
·         Pemakaian dan Pertimbangan :
a)      Untuk PJK, aritmia atrial.
b)      Denyut nadi yang lambat menunjukkan toksisitas digitalis.
c)      Kadar terapeutik serium adalah 0,5 – 2 ng/mL.
d)     Pengikatan pada protein adalah 25%; t½ adalah 30 – 45 jam
b.      Deslanosid (Cedilanid-D)
·         Dosis :
D : IV : 1,2 – 1,6 mg/hari dalam dosisterbagi 1- 2
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk digitalisasi cepat; diikuti dengan digoksin atau digitoksin oral; t½ adalah 36 jam.
b.      Digitalis Masa Kerja Panjang
a.       Digitoksin (Crystodigin)
·         Dosis :
D : PO : IV : mula – mula 0,8 – 1,2 mg/hari, sama seperti DP
R : D : PO : 0,05 – 0,3 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan :
a)      Untuk PJK.
b)      Kadar terapeutik serum adalah 15 – 30 ng/mL.
c)      Pengikatan pada protein sebesar 95%; t½ adalah 5 – 7 hari
c.       Inotropik Positif : Bipiridin
a.       Amrinon (Inocor)
·         Dosis :
D : IV : DP : 0,75 mg/kg dalam 2 – 3 menit
D : IV : M : 5 – 10 µg/kg/menit (tidak melampaui 10 mg/kg/hari)
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk PJK jika digoksin dan diuretik tidak efektif
Keteranagan :
D : dewasa, A : anak – anak, PO : per oral, IV : intravena, DP : dosis pembebanan, R : dosis rumitan, t½ : waktu paruh, PJK : payah jantung kongestif
2.      Interaksi :
Obat : diuretik yang mengeluarkan kalium
Elektrolit : hipokalemia, hipomagnesemia, dan hiperkalsemia
Makanan : makanan berserat tinggi
3.      Efek Terapeutik :
a.       Meningkatkan kontraksi jantung
b.      Meningkatkan sirkulasi
c.       Meningkatkan perfusi jaringan
4.      Efek Samping :
a.       Anoreksia
b.      Mual
5.      Reaksi Yang Merugikan :
a.       Muntah
b.      Aritmia
c.       Ilusi penglihatan
d.      Penglihatan kabur
·         Toksisitas Digitalis
Overdosis atau akumulasi digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis. Tanda – tanda dan gejala – gejalanya adalah Anoreksia, Diare, Mual dan muntah, Bradikardia (denyut nadi kurang dari 60 kali per menit(dpm)) dan Takikardia (>120dpm), Kontraksi ventrikel prematur, Aritmia jantung, Sakit kepala, Amalise, Penglihatan kabur, Ilusi penghilatan (halo putih, hijau, kuning di sekitar objek), Bingung, dan Delirium. Orang lanjut usia lebih rentan terhadap toksisitas.
B.   Antiangina
Obat – obat antiangina dipakai untuk jantung mengobati Angina Pektoris (nyeri jantung yang mendadak akibat tidak cukupnya aliran darah karena adanya sumbatan pada arteri koroner yang menuju jantung). Angina Pektoris adalah kondisi yang paling sering melibatkan iskemia jaringan di mana obat – obat vasodilator digunakan.
Angina Pektoris pertama kali dijelaskan sebagai suatu penyakit klinis tersendiri oleh William Heberden di akhir pertengahan abad ke 18. Pada pertengahan kedua abad ke 19 ditemukan bahwa amil nitrit memberikan penyembuhan yang sementara. Tetapi, pengobatan yang efektifterhadap serangan akut angina pektoris baru mungkin setelah diperkenalkan nitrogliseri pada tahun 1879.
Sebagian besar pasien angina pektoris diobati dengan beta-bloker atatu antagonis kalsium. Meskipun demikian,  senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk tindakan prefilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu istirahat.


a.       Golongan nitrat
Senyawa nitrat bekerja langsung merelaksasi oto polos pembuluh vena, tanpa bergantung pada sistem persarafan miokardium. Dilatasi vena menyebabkan alir balik vena berkurang sehingga mengurangi beban hulu jantung. Selain itu, senyawa nitrat juga merupakan vasodilator koroner yang poten
·         Gliseril trinitrat, kodenya 7-240
·         Isosorbid dinitrat, kodenya 7-242
·         Isosorbid mononitrat, kodenya 7-242
·         Pentaeritritol tetranitrat, kodenya 7-241
b.      Golongan antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam sel otot polo, otot jantung dan saraf. Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos  pembuluh darah (vasodilatasi), kontraksi otot jantung (inotropik  negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung (kronotropik dan dromotropik negatif).
·         Amplidipin besilat
·         Diltiazem hidroklorida
·         Nikardipin hidroklorida
·         Nifedipin
·         Nimodipin
c.       Golongan beta-bloker
Obat-obat penghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) menghambat adrenoseptor-beta di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Saat ini banyak tersedia beta-bloker yang pada umumnya menunjukkan efektifitas yang sama. Namun, terdapat perbedaanperbedaan diantara berbagai beta-bloker, yang akan mempengaruhi pilihan dalam mengobati penyakit atau pasien tertentu. Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan efek ini berbahaya. Karena itu, harus dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau penyakit paru obstruktif menahun.
·         Propranolol hidroklorida, kodenya 7-138
·         Asebutolol, kodenya 7-138
·         Atenolol
·         Betaksolol
·         Bisoprolol fumarat
·         Karvedilol
·         Labetalol hidrklorida, kodenya 7-268
·         Metoprolol tartrat, kodenya 7-208
·         Nadolol
·         Oksprenolol hidroklorida, kodenya 7-201
·         Pindolol
·         Sotalol hidroklorida, kodenya 7-208
C.   Antidisritmia
Distritmia (aritmia) jantung didefinisikan sebagai setiap penyimpangan frekuensi atau pola denyut jantung yang normal; termasuk denyut jantung terlalu lambat (bradikardia), terlalu cepat (takikardia), atau tidak teratur. Istilah disritmia (irama jantung yang terganggu) dan aritmia (tidak ada irama) seringkali dipakai berganti – ganti, walaupun artinya sedikit berbeda.
Disritmia atrium mencegah pengisian yang tepat dari ventikel dan penurunan curah jantung sebanyak sepertiga. Disritmia ventikel bisa membahayakan jiwa karena pengisian  ventikel yang tidak efektif menyebabkan curah jantung berkurang atau habis sama sekali.
Disritmia jantung seringkali diikuti oleh infark miokardium (serangan jantung) atau dapat timbul dari hipoksia (kekurangan oksigen pada jaringan tubuh), hiperkapsia (meningkatnya kerbon dioksiada dalam darah), kelebihan katekolamin, atau ketidakseimbangan elektrolit. Kerja yang diharapkan dari obat antidisritmia adalah pemulihan irama jantung, yang bisa dicapai dengan berbagai cara.
Mekanisme Kerja :
a.       Menghambat perangsangan adrenergik dari jantung.
b.      Menekan eksitabilitas dan kontraktilitas dari miokardium.
c.       Menurunkan kecepatan hantaran pada jaringan jantung.
d.      Meningkatkan masa pemulihan (repolarisasi) dari miokardium.
e.       Menekan otomatisitas (depolarisasi spontan untuk memulai denyutan)
·         Klasifikasi Antidisritmia
1)      Jenis Obat
a.       IA : Penghambat Rantai (Natrium) Cepat I
a)      Quinidin Sulfat (Cin-Quin)
·         Dosis
D : PO : 200 – 400 mg, t.i.d. atau q.i.d.
A : PO : 30 mg/kg atau 900 mg/m2 dalam dosis terbagi 5
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia artium, ventikel, dan supraventrikel
b.      Kategori kehamilan C
c.       Kadar terapeutik serum : 2 – 6 µg/mL
d.      Interaksi obat : meningkatkan kerja digoksin; t½ : 8 jam
b)      Prokainamid (Pronestyl, Procan)
·         Dosis
D : O : 250 – 500 mg, setiap 4 – 6 jam
SR : 250 mg – 1 g, setiap 6 jam atau 50 mg/kg dalam dosis terbagi 4
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia atrium dan ventrikel
b.      Mempunyai efek hipotensi yang lebih ringan daripada quinidin
c.       Pengikatan pada protein sebanyak 20%; t½ : 3,5 jam
d.      Kbagiadar terapeutik serum : 4 – 8 µg/mL
c)      Disopiramid (Norpace)
·         Dosis
D : PO : 100 – 200 mg, setiap 6 jam
A (4-2 th) : PO : 10 -15 mg/kg dalam dosis ter
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk disritmia ventrikel
b)      Kategori kehamilan C
c)      Dapat menyebabkan gejala – gejala antikolinergik; t½ : 8 jam
d)     Kadar terapeutik serum : 3 – 8 µg/mL
b.      IB : Penghambat Rantai (Natrium) Cepat II
a)      Lidokain (Xylocaine)
·         Dosis
D : IV : dosis bervariasi
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia ventrikel pada keadaan gawat
b.      Kategori kehamilan B; t½ : 1,5 jam
c.       Batas terapeutik serum ; 1,5 – 6 µg/mL
b)      Fenitoin (Dilantin)
·         Dosis
D : IV : 100 mg, setiap 5 – 10 menit sampai disritmia berhenti; dosis maksimum adalah 1000 mg
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia ventrikel akibat digitalis
b.      Tidak disetujui oleh FDA sebagai obat disritmia
c.       Kadar serum <20 mikrogram/mL
c)      Tokainid (Tonocard)
·         Dosis
D : PO : 400 mg, setiap 8 jam
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia ventrikel, terutama (KVP) kontraksi ventrikel prematur
b.      Serupa dengan lidokain kecuali dalam bentuk oral
c.       Pengikatan pada protein sebanyak 15%; t½ : 11 – 15 jam
d.      Kadar serum terapeutik : 4 – 10 µg/mL
d)     Meksiletin (Mexitil)
·         Dosis
D : PO : 200 – 400 mg, setiap 8 jam
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia ventrikel, tetapi dapat menimbulkan disritmia ventrikel baru
b.      Kategori kehamilan B
c.       Disetujui oleh FDA pada keadaan yang mengancam jiwa
e)      Enkandin (Enkaid)
·         Dosis
D : PO : 2 mg, setiap 8 jam; dapat ditingkatkan sampai 50-75 mg setiap 8 jam
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk disritmia ventrikular, tapi dapat menyebabkan disritmia ventrikular baru
b)      Kategori kehamilan B
c)      Disetujui FDA untuk situasi yang mengancam jiwa
c.       II : Penghambat Beta
a.       Propranolol (Inderal)
·         Dosis
D : PO : 10 – 30 mg, t.i.d., q.i.d. (setiap 6 – 8 jam)
Bulos IV : 0,5 – 3 mg pada 1 mg/menit
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk disritmia ventrikel, takikardia artial paroksismal, dan denyut ektopik atrium dan ventrikel
b.      Asebutolol (Sectral)
·         Dosis
D : PO : 200 mg, b.i.d., dosis dapat dinaikkan secara bertahap
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Terutama untuk kontraksi ventrikel prematur
b.      Penghambat β yang baru mempengaruhi reseptor β1 pada jantung
c.       Kategori kehamilan B
d.      Dapat menyebabkanbradikardia dan merununkan curah jantung
d.      III : Obat – obat yang Memperpanjang Repolarisasi
a.       Bretilium (Bretylol)
·         Dosis
D : IM : 5 – 10 mg/kg, setiap 6 – 8 jam
IV : 5 – 10 mg/kg, ulangi dalam 15 menit, tetes IV atau bolus IV
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk takikardi dan fibrilasi ventrikel (untuk mengubah menjadi ritme sinus yang normal)
b)      Dipakai jika lidokain dan prokainamid tidak efektif
b.      Amiodaron (Cordarone)
·         Dosis
D : PO : DP : 400 – 1600 mg/hari dalam dosis terbagi
R : 200 – 600 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia ventrikel yang mengancam nyawa
b.      Mula – mula dosis lebih besar dan kemudian diturunkan
c.       Kadar serum : 1 – 2,5 µg/mL
e.       IV : Penghambat Rantai (Kalsium) Lambat
a.       Verapamil (Calan)
·         Dosis
D : PO : 240 – 480 mg/hari dalam dosis terbagi 3 – 4
IV : 5 – 10 mg IV yang didorong
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk disritmia supraventrikel
b.      Kategori kehamilan C
c.       Kadar terapeutik serum : 80 – 300 ng/mL atau 0,08 – 0,3 µg/mL
2)       Interaksi
a.       Warfarin
b.      Fenitoin
c.       Simertidin
d.      Obat – obat Antihipertensi
3)      Efek Terapeutik
a.       Melambatkan hantaran jaringan jantung
b.      Megubah efek katekolamin pada jantung – mengurangi eksitabilitas
4)      Efek Samping
a.       Letih
b.      Sakit kepala
c.       Pusing
5)      Reaksi Yang Merugikan
a.       Hipotensi
b.      Blok AV
c.       Dispnea
d.      Rentensi urin
2.     Diuretik dan Obat – Obat Antihipertensi
A.   Diuretik
Diuretika golongan tiazid digunakan  untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan dengan dosis yang lebih  rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung kiri dan pada pasien dengan gagal jantung yang sudah lama dan kombinasi diuretika mungkin selektif untuk edema  yang resisten terhadap pengobatan dengan satu diuretika, misalnya diuretika kuat dapat dikombinasi dengan diuretika hemat kalium.
a.       Diuretika golongan tiazid
Tiazid dan senyawa-senyawa terkaitnya merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam, sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuretika tidak mengganggu tidur pasien.
·         Bendrofluazid, kodenya 7-434
·         Klortalidon, kodenya 7-430
·         Hidroklortiazid, kodenya 7-433
·         Indapamid
·         Metolazon
·         Xipamid
b.      Diuretika kuat
Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagal jantung kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan prabeban lebih cepat dari mula kerja diuresisnya. Diuretika ini juga digunakan pada pasien gagal jantung yang telah berlangsung lama.
·         Frusemid, kodenya 7-431
·         Bumetanid, kodenya 7-438
·         Torasemid
v  Klasifikasi Diuretika Kuat
a)      Asam Etakrinat (Edecrin)
·         Dosis
D : PO : 50 – 200 mg/hari
D : IV : 0,5 – 1 mg/kg/dosis
A : PO : 25 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk edema paru – paru dan perifer akibat PJK
b.      Dosis ulangan tidak dianjurkan
b)      Furosemid (Laxis)
·         Dosis
D : PO : 20 – 80 mg/hari
IV : 20 – 40 mg, disuntikan perlahan – lahan selama 1 – 2 menit
Maks : 600 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a.       Untuk edema paru – paru dan perifer akibat PJK, hipertensi, payah ginjal tanpa anuria, dan hiperkalsemia.
b.      Furosemid meningkatkan ekskresi kalsium.
c)      Bumetanid (Bumex)
·         Dosis
D : PO : 0,5 – 2 mg/hari
Maks : 10 mg/hari
D : IV : 0,5 – 0,1 mg/dosis, dapat diulangi 2 – 4 jam kemudian
A : PO : 0,015 mg/kg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan :
a.       Sama seperti furomesid.
b.      Obat lebih kuat dari fuorsemid.
c.       Diuretika hemat kalium
Amilorid dan triamteren merupakan diuretika yang lemah. Keduanya menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada memberikan suplemen kalium pada pangguna tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa pemberian diuretka hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat ACE dapat menyebabkan hiperkalemia yang berat.
·         Amilorid hidroklorida, kodenya 7-450
·         Antagonis aldosteron, kodenya 7-443
·         Sprironolakton, kodenya 7-443
v  Klasifikasi Diuretika Hemat Kalium
a.       Diuretik Agen-Tunggal
a)      Amilorid (Midamor)
·         Dosis
D : PO : 5 – 10 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk edema dan hipertensi
b)      Spironolakton (Aldactone)
·         Dosis
D : PO : 25 – 200 mg/hari dalam dosis terbagi
A : PO : 3,3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk edema dan hipertensi
b)      Dosis untuk hipertensi biasanya sedikit lebih rendah dari yang di gunakan untuk edema
c)      Mempunyai masa kerja yang panjang
c)      Triamteren (Dyrenium)
·         Dosis
D : PO : 100 mg, b.i.d., tidak melebihi 300 mg/hari
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk edema akibat PJK, sirosis, nefrosis, dan edema akibat steroid
b)      Obat diminum bersama makanan
c)      Diuretik masa kerja sedang
b.      Kombinasi Diuretik
a)      Amilorid dan Hidroklorotiazid (Moduretic)
·         Dosis
D : PO : Sesuai dengan resep
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Setiap tablet mengandung amilorid HCl 5 mg dan hidroklrorotiazid 25 mg atau 50 mg
b)      Spironolakton dan Hidroklorotiazid (Aldacazide)
·         Dosis
D : PO : 100 mg/hari
·         Pamakaian dan Pertimbangan : Tersedia dalam dua kekuatan ; spironolaktin 25 mg atau 50 mg dan hidroklrorotiazid 25 mg atau 50 mg
c)      Triamteren dan Hidroklorotiazid (Dyazide, Maxzide)
·         Dosis
D : PO : Dyazide 1-2 kap, b.i.d., p.c.
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Dyazide : setiap tablet mengandung triamiteren 50 mg dan hidroklrorotiazid 25 mg.
b)      Maxzide tersedia dalam dua kekuatan : triamteren 37,5 mg atau 75 mg dan hidroklrorotiazid 50 mg atau 75 mg.
d.      Diuretika merkuri
Meskipun efektif, diuretika merkuri  sekarang hampir tidak pernah digunakan karena efek nefrotoksisitasnya. Mersalil harus diberikan lewat injeksi intramuskuler. Penggunaan intravena dapat menyebabkan hipotensi berat dan kematian mendadak. Obat ini sudah absolete dan telah diganti dengan loop diuretic yang jauh lebih aman.
·         Mersalil, kodenya 7-402
e.       Diuretika osmotik
Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena mungkin meningkatkan volume darah secara akut.
·         Manitol, kodenya 7-441
v  Klasifikasi Diuretik Osmotik
a)      Mannitol (Osmitrol)
·         Dosis
D : IV : (TIK,TIO : 1,5 – 2,0 g/kg dari larutan 15 – 25 %, diinfus dalam 30 – 60 menit
IV : pencegahan oliguria : 50 – 100 g dari larutan 5 – 25 %
Pengobatan oliguria : IV : 300 – 400 dari larutan 20 %  atau 25%
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk menurunkan TIK dan pada oliguria untuk mencegah gagal ginjal akut.
b)      Dipakai pada glaukoma sudut sempit.
b)      Urea (Ureaphil)
·         Dosis
D : IV : 1,0 – 1,5 g/kg dari larutan 30 %
A (> 2 th) : IV : 0,5 – 1,5 g/kg dari larutan 30 %
·         Pemakaian dan Pertibangan
a)      Sama pemakaian seperti pada mennitol.
b)      Bukan merupakan obat pilihan.
c)      Dipakai pada operasi yang berlangsung lama untuk mencegah gagal ginjal akut.
f.       Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diyretika yang lemah dan jarang digunakan berdasarkan efek diuretikanya. Obat ini  digunakan untuk profilaksis  mountain sicknesstetapi tidak menggantikan aklimatisasi.
·         Asetazolamid, kodenya 7-420
·         Dorzolamid
v  Klasifikasi Penghambat Anhidrase Karbonik
a)      Azetolamid (Diamox)
·         Dosis
D : PO : 250 mg, b.i.d atau q.i.d
IV : 250 – 500 mg/hari ; dosis bervariasi
·         Pemakaian dan Pertimbangan
a)      Untuk glaukoma sudut terbuka.
b)      Dapat meningkatkan kadar gula darah, asam urat, dan kalsium.
c)       Dapat timbul asidosis metabolik
b)      Diklorfelamid (daranid)
·         Dosis
D : PO : 100 mg/setiap 12 jam
R : 25 – 50 mg, b.i.d., t.i.d.
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk glaukoma terbuka
c)      Metazolamid (Neptazane)
·         Dosis
D : PO : 50 – 100 mg, b.i.d. atau t.i.d.
·         Pemakaian dan Pertimbangan : Untuk glaukoma
g.      Kombinasi diuretika
Disamping penambahan satu golongan diuretika pada diuretika yang lain, kekhawatiran terjadinya hipokalemia atau ketidakpatuhan pasien meningkatkan penggunaan kombinasi dengan diuretika hemat kalium. Bila digunakan untuk hipertens, perhatian khusus harus dicurahkan pada dosis tiazidnya, dimana dosis yang lebih rendah lebih dianjurkan.
B.   Antihipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan ini bertahan. Menurut WHO, tidak tergantung pada usia. Hipertensi mungkin dapat diturunkan dengan terapi tanpa  obat (non-farmakoterapi) tau terapi dengan obat (farmakoterapi). Semua pasien, tanpa memperhatikan apakah terapi dengan oabt dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat. Caranya dengan mengendalikan bobot badan, pembatasan masukan sodium, lemak jenuh, dan alkohol serta pertisipasi dalam program olah raga dan tidak merokok.
a.       Penghambat saraf adrenergik
Obat dolongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari pasca ganglion saraf adrenergik. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu, obat-obat ini jarang digunakan, tetapi mungkin masih perlu diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten.
·         Debrisokuin, kodenya 7-260
·         Reserpin, kodenya 7-261
b.      Alfa-broker
Sebagai alfa-broker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama. Untuk pengobatan hipertensi, alfa-broker dapat digunakan bersama obat antihipertensi lain.
·         Deksazosin
·         Indoramin, kodenya 7-138
·         Prasozin Hidroklorida, kodenya 7 – 268
·         Terazosin
c.       Penghambat enzim pengubah anglotensin (penghambat ACE)
Pengambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi  dengan baik. Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes tergantung insulin dengan nefropati, dan mungkin untuk hipertensi pada semua pasien diabetes.
·         Kaptopropril
·         Benazepril
·         Delapril
·         Enalapril maleat
·         Fisonopril
·         Perinopril
·         Kuinapril
·         Ramipril
·         Silazapril
d.      Antagonis reseptor angiotensin II
Sifatnya mirip penghambat ACE, bedanya adalah obat-obat golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tampaknya tidak menimbulkan batuk kering parsisten yang biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu, obat-obat golongan ini merupakan alternatif yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk yang parsisten.
·         Losaktan kalium
·         Valsatran
e.       Obat-obat untuk feokromositoma
Fenoksibanzamin adalah alfa-broker kuat dengan banyak efek samping. Obat ini digunakan bersama bata-bloker untuk pengobtan jangka pendek episode hipertensi berat pada feokromositoma. Fentolamin adalah alfa-broker kerja pendek yang kadang-kadang juga digunakan untuk diagnosis feokromositoma.
·         Fenoksibanzamin, kodenya 7-134
·         Fentolamin, kodenya 7-130
f.       Obat antihipertensi yang bekerja sentral.
Kelompok ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena aman bagi pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Efek sampingnya diperkecil jika dosis perharinya dipertahankan tetap dibawah 1 g.
·         Klobidin hidroklorida, kodenya 7-263
·         Metildopa, kodenya 7-262
·         Guanfasin
Interaksi Obat – Obat Yang Secra Klinis Bermakna
Kelompok Obat
Dapat Berinteraksi Dengan Obat
Mekanisme Interaksi dan Efeknya
1.   Antihipertensi
2.   Tipe Adrenergik blokking :
a.    Bethadine Debrisoquine






b.   Clonidine





c.    Methyldopa

3.   Glikosuta Jantung
a.    Digoxin Digitoxin
b.   Lanatoside C
·      Antidepresan Trisiklik


·     Metaraminol, Ephedrine. Phenylephrine, Pseudoephedrine, Phenylpropanolamin dalam obat flu.
·      Obat antiobesitas (kecuali Fenfluramin)
·      MAO Inhibitor

·      Beta – blokker


·      Antidepresan trisiklik

·      Propenolol
·      MAO Inhibitor

·      Antacida gel

·      Antiaritmia (Quinidine, Amiodarone)

·      Calcium anatgonis, terutama Verapamil
·      Cholestryramine, Colestipol


·      Obat – obat yang menyebabkan deplesi Kalium : Diuretika (Frusemide, Ethacrynic acid, Chlorthalidone). Penggunanan laksans yang berlebihan, Cortikosteroid, Carbenoxolone
·         Penghambatan efek hipotensi


·         Peningkatan efek presor dari simpatomimetika. Penurunan pembalikan efek hipotensi

·         Peningkatan tekanan darah

·         Antagonisme : peningkatan tekanan darah
·         Penambahan efek hipotensi. Hentikan Clonidine sebelum terapi dengan Beta – blokker
·         Antagonisme. Kemungkinan efek sentrl
·         Penambahan efek hipotensi
·         Hilangnya kontol tekanan darah (pening, hipertensi)
·         Mengurangi bioavailabilitas Digoxin
·         Peningkatan bermakna kadar serum Digoxin dengan bahaya terjadi intoksikasi.
·         Peningkatan bermakna kadar serum Digoxin
·         Mengikat pada Digoxin, menghambat absorpsi dan reabsorpsi dari usus
·         Meningkatan sensitivitas terhadap Digitalis karena hipokalemia. Dapat menyebabkan keracunan Digitalis
Daftar Pustaka
·         Ruhyanudin, Faqih, S.Kep.,Ners. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
·         Lee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R.. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
·         Katzung, Bertram G.. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC
·         Joenoes, Nanizar Z.. 2002. ARS Prescribendi Resep Yang Rasional. Edisi 3. Surabaya: Airlangga University Press
·         http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf/ 11/Desember/2010